MATEMATIKA? UNTUK APA?
Oleh : Muhammad Irsyad
“Untuk apa sih mempelajari ini?”, barangkali itu adalah reaksi reaksi umum orang- orang ketika mendengar atau bahkan saat mempelajari matematika. Untuk apa kita belajar trigonometri ribet-ribet? Untuk apa kita belajar apa itu nilai mutlak, vektor, peluang, dan lain sebagainya. Barangkali kebanyakan dari kita beranggapan bahwa apa yang penting dari matematika adalah kita bisa melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian agar kita tidak ditipu orang di pasar, agar kita bisa mengembalikan uang kembalian dengan benar saat kita berjualan, atau mungkin agar kita tidak salah memberikan nominal mahar kepada calon istri kita kalau si doi meminta mahar berupa uang hahaha.
Saya punya pendapat manusia cenderung hanya peduli pada hal-hal yang menguntungkan bagi mereka. Kita ambil contoh mudah, sampah botol barangkali kita anggap hal sepele karena bagi kita itu sampah. Tapi berbeda dengan mereka para pengrajin, mereka peduli dengan sampah botol karena mereka membutuhkannya untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan mereka. Barangkali begitu juga dengan matematika, karena merasa kurang membutuhkannya dan merasa mengetahui matematika “tidak menguntungkan” bagi kehidupan kita, kita jadi merasa malas, kurang bersemangat atau bahkan enggan mempelajarinya. Kalaupun mau mempelajarinya, itu hanya sebatas karena tuntutan kurikulum.
Maka dari itu saya akan sedikit membahas untuk apa sih kita mempelajari matematika. Mengutip judul artikel pendek di sampul belakang modul siswa, “kenapa harus ada matematika di antara kita?”. Sampai sekarang, kebanyakan mindset orang tentang matematika adalah menghitung, menghitung dan menghitung. Padahal dasar dari matematika sendiri bukanlah menghitung, melainkan logika. Suherman1 menyatakan logika adalah masa bayi dari matematika dan sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. Menurut saya pribadi, apa yang penting dari mempelajari matematika bukanlah bisa menghitung nilai cos, kalkulus, simpangan baku, barisan dan deret, dan sejenisnya. Pola pikir yang terbentuk setelahnya adalah yang lebih penting, yaitu pola pikir matematis. Pola pikir yang saya maksudkan disini adalah lebih kepada kemampuan untuk menemukan pola dalam suatu hal yang tidak berpola (finding harmony in chaos).
Pernahkah kalian melihat susunan angka yang sepertinya tak beraturan, tapi ternyata memiliki pola. Contohnya ada angka 1,1,2,3,5,8,12 yang sepertinya tidak beraturan tapi ternyata memiliki pola dimana sebuah angka merupakan jumlah dua angka sebelumnya yang kemudian dikenal sebagai barisan fibbonaci. Angka 2 merupakan penjumlahan dua angka sebelumnya (1+1), angka 3 merupakan penjumlahan dua angka sebelumnya (1+2), angka 5 merupakan penjumlahan dua angka sebelumnya (2+3) begitu seterusnya. Contoh lain yang barangkali kalian sudah menerapkan pola pikir matematis tapi secara tidak sadar. Kalian ingin pergi ke suatu tempat dan kalian memilih waktu tertentu untuk berangkat. Misalnya kalian memilih berangkat pukul 9 karena kalau jam 8 biasanya jalan macet. Jam 10 banyak razia kendaraan di jalan, jam 11 bakal ada konvoi ibu-ibu dan lain sebagainya. Disini kalian (mungkin secara tidak sadar) sudah menerapkan pola pikir matematis dimana kalian telah menemukan pola untuk pergi ke tempat yang kalian tuju. Itulah matematika, menemukan pola dalam suatu hal yang tidak berpola.
Selain membentuk pola pikir matematis, matematika juga mengajari kita beberapa pola pikir yang menurut saya pribadi sangat berguna bagi kehidupan. Kita tahu di matematika dikenal yang namanya bangun ruang. Bangun ruang disusun dari beberapa bangun datar. Bangun datar disusun dari beberapa garis dan garis selalu dimulai dari satu titik kecil dan sederhana. Disini matematika mengajarkan kita untuk menghargai hal-hal kecil, karena hal- hal besar selalu dimulai dari hal-hal kecil. Jangan sampai kalian sudah belajar matematika tapi masih menganggap remeh pemulung. Ingat, kebersihan lingkungan/kota kalian juga ada andil dari pemulung. Bahkan bisa jadi, kontribusi kalian dalam hal menjaga kebersihan lingkungan/kota kalian lebih kecil daripada pemulung.
Hal lain, sebagaimana kita tahu matematika adalah ilmu yang didasarkan pada kesepakatan2. Hal ini sudah sering juga saya sampaikan di depan kelas. Ingat kesepakatan dan kepastian adalah dua hal yang berbeda. Kesepakatan sendiri tidak selalu pasti. Misalkan ketika saya bicara angka 2 maka itu bisa merupakan hasil 1+1 atau 3-1 atau 4:2 dan lain sebagainya. Bahkan 1+1 tidak mesti hasilnya 2. Bisa jadi 1+1=0 jika kita bicara dalam konteks bilangan biner3. Dalam hal ini matematika mengajarkan bahwa beda belum tentu salah. Pikiran manusia adalah alam yang bebas untuk manusia itu sendiri. Individu satu dengan individu yang lain tidak selalu memiliki pikiran atau perspektif yang sama dalam melihat suatu hal. Matematika mengajarkan kita untuk menghargai perspektif orang meskipun berbeda dengan perspektif kita. Karena tidak selalu yang berbeda itu salah.
Barangkali itu sedikit opini saya pribadi terhadap matematika. Bahwa matematika tidak melulu tentang belajar hitung menghitung. Ada hal lain (lebih dari sekedar hitung menghitung) yang bisa kita ambil dari mempelajari matematika. Kalian boleh untuk setuju dan tidak dilarang untuk tidak setuju terhadap opini saya. Untuk menutup tulisan kali ini, saya mengajak kalian untuk merenung dan bertanya “apa ada hal di dunia ini yang tidak ada unsur matematika?”.
*) Penulis adalah guru mapel Matematika MA Assalafiyyah Mlangi
1 Suherman, E., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
2 R. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta : Departeman Pendidikan Nasional.
3 Sistem penulisan angka dengan menggunakan dua simbol yaitu 0 dan 1.