Kategori
Artikel

PERSATUAN DAN KESATUAN: SENJATA AMPUH PEMERSATU BANGSA

PERSATUAN DAN KESATUAN: SENJATA AMPUH PEMERSATU BANGSA

Bagian Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda

Oleh : Kyky Miftakhul Jannah, S.Pd

Kerasnya penjajahan di tanah air membuat Indonesia banjir akan tangisan dan darah karena kehilangan para pahlawannya, satu-satunya harapan dan pengobar semangat kemerdakaan rakyat. Banyak pahlawan kita mati disengat peluru, ditangkap dan dipecut, dipukul sampai mati, diancam, difitnah bahkan, dibuang ke pulau terpencil dengan anggapan bahwa mereka akan kecut dan langsung mengubur cita-cita luhur mereka untuk melihat tanah air yang merdeka. Sebuah potret kekejaman pada rakyat Indonesia oleh penjajah, yang tidak mengenal kemanusiaan dan keadilan, hal ini menjadi catatan hitam sejarah bangsa kita

Perjuangan para pahlawan dalam memerdekakan tanah air Indonesia dari penjajahan dilakukan dengan menyerahkan seluruh kepunyaannya, harta, waktu, harga diri, hati dan jiwa bahkan, nyawanya pun dijadikan nomor terakhir jika itu menyangkut cita-cita luhur bangsa kita untuk tegak dan berdiri sendiri, walau begitu mereka tetap semangat dan tidak pernah menyerah akan cita-cita luhur mereka.

Nasionalisme Indonesia pada hakekatnya ialah suatu gejala baru yang harus dibedakan dari gerakan-gerakan perlawanan sebelumnya terhadap kekuasaan Belanda. Perang Jawa  1825 – 1930 misalnya, pada waktu Pangeran Diponogoro melawan kekuasaan Belanda di Jawa Tengah  selama lima tahun, merupakan suatu gerakan setempat yang mencerminkan ketidakpuasan lokal dan sangat berbeda sifatnya dari arus perlawanan baru  yang muncul abad ke-20. Nasionalisme baru itu adalah hasil imperialisme baru.yang dipandang sebagai bagian dari gerakan yang lebih besar yang melibatkan banyak bagian tanah jajahan baru yang diciptakan Eropa di Asia dan Afrika pada penghujung abad ke-19.

Secara politik, nasionalisme dimaknai sebagai ideologi yang mencakup prinsip kebebasan, kesatuan, kesamarataan, serta kepribadian selaku orientasi nilai kehidupan kolektif suatu kelompok dalam usahanya merealisasikan tujuan politik, yakni pembentukan dan pelestarian negara nasional. Nasionalisme Indonesia mengalami proses yang sudah dimulai dari perjuangan Kartini menghendaki emansipasi perempuan. Walaupun Kartini sering dikategorikan sebagai pejuang wanita, tetapi sepak terjang Kartini masuk pada fase paling awal pembentukan nasionalisme Indonesia. Kemudian tahap selanjutnya adalah terbentuknya organisasi-organisasi kebangsaan yang menandai bangkitnya kesadaran sebagai bangsa Indonesia.

Rasa kebangsaan ditempa dalam pengalaman bersama melawan penindasan kolonial, namun gagasan-gagasan tentang kebangsaan dan kemudian penciptaan suatu tatanan politik baru–suatu negara modern yang dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan itu, pada dasarnya merupakan konsep baru, yang melampui aspek-aspek negatif dari perjuangan kemerdekaan. Dan ini pun menyangkut penyusunan saluran-saluran baru bagi kekuasaan dalam masyarakat-masyarakat tradisional serta perumusan harapan-harapan baru. Semua ini mempunyai kesamaan-kesamaannya di mana pun di India, di bagian-bagian lain Asia Tenggara dan di Afrika – dan ini sangat berbeda dari gerakan perlawanan araris “ pra-nasionalis “ yang umum terdapat dalam masyarakat Indonesia, atau dari pemberontakan di bawah pemimpin tradisional yang berdasarkan keluhan-keluhan tertentu.

Sebab-sebab nasionalisme abad ke-20 harus dicari pada terganggunya keseimbangan masyarakat-masyarakat tradisional sebagai akibat dari dampak penuh industri modern Eropa. Dengan munculnya kaum cendikiawan baru, rasa tidak puas massa dapat disalurkan dan diorganisasikan ke dalam gerakan-gerakan kekuatan politik yang menentang rezim kolonial, memandang ke depan secara positif untuk membangun suatu negara merdeka yang didasarkan pada nilai-nilai pola-pola tatanan lama tradisional begitu pula lahirnya peristiwa Sumpah Pemuda.

Sumpah pemuda tidak hanya bermakna deklarasi saja, namun menjadi semangat yang membakar perjuangan, konsistensi dan kolaborasi luar biasa bagi bangsa Indonesia sehingga 17 tahun setelahnya Indonesia mencapai kemerdekaan. Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Pattimura, dan banyak lagi pahlawan yang gugur di medan bakti.

Para pemuda Indonesia kemudian sadar, tidak ada gunanya melawan penjajah tanpa persatuan. Para pemuda bersumpah mengakui bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia, dan berbahasa Indonesia. Para pemuda itu memanglah benar-benar pemuda asli yang berusia antara 21-30 tahun.

Menilik kebelakang era Klasik Hindu sudah diikrarkan tentang jiwa persatuan sejak Kerajaan Majapahit. Saat politik ekspansi masa Tribhuwanatunggadewi, yang terdapat pada pada Kitab Pararaton terdapat ungkapan kalimat berbentuk komitmen. Komitemen untuk mempersatukan Nusantara di bawah panji kerajaan Majapahit. Dialah Gajah Mada yang komitmennya dituliskan dalam Pararaton yang terkenal dengan Amukti Palapa (Sumpah Palapa).

Slogan Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi pelecut semangat bersatu diatas perbedaan. Manakah mungkin, Indonesia bersatu jika tidak adanya persatuan dan kesatuan? Apakah mungkin negara bersatu tanda adanya para pahlawan negeri kita yang mengabaikan segala bentuk perbedaan demi kesatuan?

Sumpah pemuda dan sumpah Palapa merupakan dua komitmen yang sama tetapi berbeda. Keduanya memiliki khas. Sumpah Pemuda usaha integrasi (penyatuan) bangsa untuk mengusir koloni Belanda. Sedangkan Sumpah Palapa upaya integrasi dengan cita-cita intervensi.

Dua generasi yang sangat berbeda jauh waktunya, sumpah yang diucapkan demi suatu cita-cita patut kita apresiasi secara positif, landasan filosofi keduanya sama tetapi berbeda.

Kongres Pemuda II digelar dengan tujuan:

(1) Melahirkan cita cita semua perkumpulan pemuda pemuda Indonesia,

(2) Membicarakan beberapa masalah pergerakan pemuda Indonesia; serta

(3) Memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia.

Setelah melalui rangkaian kongres selama 2 hari, maka pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 1928, para peserta Kongres Pemuda II bersepakat merumuskan tiga janji yang kemudian disebut sebagai Sumpah Pemuda, yaitu: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ada beberapa fakta menarik dalam Kongres Pemuda II yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda, di antaranya sebagai berikut:

  1. Rapat Pertama Digelar di Lapangan Banteng

Kongres Pemuda II hari pertama, yakni hari Sabtu tanggal 27 Oktober 1928, dilangsungkan di Lapangan Banteng (kini termasuk wilayah Jakarta Pusat), tepatnya di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB). Kongres ini digelar selama 2 hari dengan 3 kali rapat yang dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda.

  1. Diikrarkan di Rumah Orang Tionghoa

Peranan anak-anak muda keturunan Tionghoa cukup besar dalam Kongres Pemuda II. Bahkan, gedung tempat dibacakannya Sumpah Pemuda merupakan asrama pelajar milik peranakan Cina bernama Sie Kok Liang. Gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, itu kini diabadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda. Beberapa orang perwakilan pemuda peranakan Tionghoa hadir di Kongres Pemuda II dan turut berikrar mengucapkan Sumpah Pemuda, beberapa di antaranya diketahui bernama Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok, Tjio Djien Kwie, dan lainnya.

  1. Peserta dari Barat & Timur Indonesia

Kongres Pemuda II di Batavia dihadiri oleh para perwakilan organisasi pemuda dari Indonesia bagian barat sampai bagian timur dari berbagai latar belakang. Ada Mohammad Yamin, misalnya, yang datang dari ranah Minangkabau atau Sumatera Barat. Dari belahan timur Indonesia ada Johannes Leimena, kelahiran Ambon, Maluku. Ada pula Raden Katjasungkana dari Madura, atau Cornelis Lefrand Senduk mewakili organisasi pemuda Sulawesi. Bisa dibayangkan, dengan akses transportasi yang belum secanggih dan semudah sekarang, para pemuda dan pemudi itu harus menempuh perjalanan jauh dari daerah asal mereka ke Batavia demi mewujudkan persatuan generasi muda Indonesia.

  1. Lagu ‘Indonesia Raya’ Pertama Kali Dinyanyikan

Dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 28 Oktober 1928, untuk pertama kalinya lagu “Indonesia Raya” diperdengarkan ke khalayak. Wage Rudolf Soepratman memainkan lagu ciptaannya itu di depan peserta kongres dengan gesekan biolanya yang mendayu-dayu. Setelah selesai memainkan “Indonesia Raya” -yang kelak menjadi lagu kebangsaan Indonesia- para hadirin meminta agar lagu tersebut dinyanyikan. Setelah melalui diskusi, akhirnya “Indonesia Raya” dinyanyikan dengan sedikit perubahan lirik demi keamanan karena kongres diawasi oleh aparat kolonial Hindia Belanda. Kata “merdeka” dalam lirik lagu itu dihilangkan dan diganti dengan kata “mulia. Adapun orang yang pertama kali melantunkan lagu “Indonesia Raya” dalam Kongres Pemuda II itu adalah Dolly Salim yang tidak lain merupakan putri kesayangan Haji Agus Salim.

Kita jangan pernah mewarisi abunya Sumpah Pemuda, tetapi kita harus mewarisi apinya Sumpah Pemuda”

Bung Karno

Begitulah kiranya, refleksi menjadi muda. Menjadi tua itu takdir, tetap merasa muda itu pilihan. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia peran golongan muda memegang peranan yang sangat penting. Beda zaman, berbeda pula tantangan yang dihadapi. Tetapi yang terpenting rasa nasionalisme harus tetap diwujudkan. Generasi muda saat ini adalah generasi yang merasakan dampak akibat perubahan iklim dan masalah keamanan. Jika generasi sekarang sudah menghadapi masalah seperti ini, generasi di masa depan pun pasti menerima masalah yang lebih kompleks.

Rangkaian peristiwa Sumpah Pemuda hingga perjuangan revolusi Indonesia merupakan pertautan mimpi besar dan perjuangan besar, smart ideas dan smart execution, dimana tanpa ada eksekusi yang tepat tidak akan ada perubahan. Pada 93 tahun yang lalu peran kepemimpinan kepemudaan 1928 hingga puncak kemerdekaan di tahun 1945 dapat pula dilaksanakan oleh pemuda masa kini. Kepemimpinan golongan pemuda masa kini sesuai dengan smart ideas adalah dengan memiliki rasa kepekaan terhadap sekitar, yaitu dengan upaya mendeteksi dan menyiapkan keperluan yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Permasalahan yang terkait dengan kedaulatan bidang ekonomi, pangan, ekologi, informasi dan berbagai aspek agar bangsa Indonesia tidak bergantung kepada bangsa lain.

Melalui peran smart execution penerapannyalah yang difokuskan agar menghasilkan performa yang efektif dalam pembangunan. Bentuk upaya yang diwujudkan oleh generasi muda Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan.

Kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh para pemuda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan lain sebagainya. Hal itu kemudian diwujudkan secara nyata dengan menyelenggarakan Sumpah Pemuda pada 1928.


*) Ibu Kyky Miftakhul Jannah, S.Pd adalah Staff Pengajar MA Assalafiyyah Mlangi mapel Sejarah, juga guru Pendamping OSIS Putri