Kategori
Kurikulum

INTEGRASI BAHASA INGGRIS DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PADA PENDIDIKAN FORMAL

Oleh Endah Kunti Istiqomah, M. Pd

Salah satu bahasa yang mempunyai peran penting di ranah internasional adalah Bahasa Inggris. Hal ini dimulai dengan sebuah fakta bahwa walaupun Bahasa Inggris bukan merupakan Bahasa Surga, nyatanya diperkirakan lebih dari 750.000.000 penutur Bahasa Inggris yang mana menjadikan Bahasa tersebut menjadi bahasa kedua maupun sebagai bahasa asing. Dalam artian, bahasa tersebut digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari ataupun dipelajari dengan giat walaupun tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hariartinya bahasa tersebut dijadikan sebagai senjata bagi penuturnya dalam kesempatan-kesempatan lainnya.

Angka-angka tersebut kadang kala masih menjadi perdebetan yang mana dianggap tidak bisa menjadi alasan mendasar dalam mempelajari Bahasa Inggris. Lebih mendalam lagi, pentingnya Bahasa Inggris juga dapat dilihat dari fungsi bahasa tersebut. Fungsi-fungsi bahasa tersebut dapat dilihat dari masing-masing penutur. Fungsi yang paling mendasar dari mempelajari Bahasa Inggris adalah mengurangi kesalahpahaman berbahasa dengan penutur asli Bahasa Inggris. Selain itu, mempelajari Bahasa Inggris juga bisa menjadikan bahasa tersebut jembatan dalam meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Di Indonesia, Bahasa Inggris tidak lagi dimasukkan pelajaran muatan lokal. Dalam artian bahwa Bahasa Inggris bukan lagi dijadikan sebagai Bahasa asing yang mana di anggap bahasa yang sulit dan menakutkan. Akan tetapi, pemerintah melalui kementrian pendidikan ingin mendoktrin dan mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia bahwa mempelajari bahasa asing khususnya Bahasa Inggris sedini mungkin memang penting dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pelajaran Bahasa Inggris dari jenjang pendidikan paling dasar (PAUD) hingga bangku perkuliahan.

Walaupun konteks Bahasa Inggris di Indonesia menjadi Bahasa Asing (English for Foreign Language maupun Bahasa Kedua (English for Second Language), di lansir dalam laman kompas, Pada dekade terakhir, minat belajar Bahasa Inggris di Indonesia mulai meningkat. Hal ini tidak hanya disebabkan sebagai syarat melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi sudah menajdi sebuah trend kekinian pada setiap sekolah.

Sebagai bentuk mendukung visi dan misi kemendikbud pada tahun 2020-2024 yaitu meningkatkan kulaitas manusia dalam segala aspek salah satunya adalah dalam berbahasa asing, sejumlah sekolah sudah mempersiapkan diri untuk mengaplikasikan Bahasa Inggris menjadi Bahasa pengantar dan Bahasa sehari-hari selama berada di sekolah. Dalam proses mengaplikasikannya seluruh stakeholder yang ada di sekolah mempunyai peranan penting dalam membudayakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam KBM maupun bahasa sehari-hari.

Dalam tantangan tersebut, kemahiran dan keterampilan para guru dalam mengajar dengan mengaplikasikan Bahasa Inggris sebagai Bahasa pengantar atau paling tidak menerapkan bilingual yaitu perpaduan bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris juga menjadi pondasi mendasar untuk melihat keberhasilan program tersebut. Guru hendaknya dibekali Bahasa Inggris sebagai bahasa target dengan baik sehingga para guru dengan percaya diri menerapkan KBM bilingual di dalam kelas. Bekal yang dibutuhkan guru dapat berupa sebuah stimulan dari pada penggiat Bahasa maupun pelatihan-pelatihan Bahasa secara formal. Sehingga jika para guru sudah mempunyai bekal yang mumpuni, Mendoktrin siswa untuk mampu ber-bilingual dalam proses belajar mengajar menjadi sangat mudah diterapkan. Sebagai bentuk keprofesionalistas seorang guru, para guru akan membiasakandiri dan menyesuaikan diridengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Uraian di atas sejalan dengan konsep pendidikan yang dibawa oleh Bapak Pendidikan Ki. Hajar Dewantara bahwa seorang guru harus bisa menjadi role modelbagi para siswanya. Adalah Ki. Hajar Dewantara yang menyampaikan peran guru diantaranya adalah Ing NgarsoSung Tulodho(didepan memberi contoh), IngMadyo Mangun Karso(di tengah membangun kemauan) dan Tut Wuri Handayani(dibelakang memberikan dukungan moral). Dengan adanya konsep tersebut, guru diharapkan menjadi stake-holder yang pertama dan paling utama dalam penerapan sekolah berbasis bilingualatau dwi-bahasa.

Selain guru yang harus mempunyai keterampilan untuk mendukung program bilingual, bahan ajar yang sesuai untuk mendukung program bilingual pada Pendidikan formal juga harus dipertimbangkan. Kurikulum pendidikan menjadi basic atau dasar bahan ajar tersebut dipilih. Dalam meningkatkan kualitas peserta didik, bahan ajar yang disertai dengan materi, latihan soal maupun pembahasan dalam bahasa target dan bahasa ibu juga perlu dipilih sebagai prioritas utama. Hal ini akan sangat membatu proses belajar siswa di rumah pada saat tidak mendapatkan pendampingan dari bapak/ ibu guru di sekolah.

Akan tetapi, pada dasarnya bahan ajar kelas reguler pun bisa digunakan sebagai panduan untuk mengembangkan program bilingual di pendidikan formal. Hal ini bergantung pada ke-aktif-an bapak ibu guru pengampu dalam komitmennya untuk mengembangkan sekolah berbasis bilingual. Sehingga Bapak/ Ibu guru dianggap sebagai pioneerdalam membawa perubahan budaya berbahasa Inggris di lingkungan sekolah.

Dalam penerapannya, sekolah bilingual tidak serta-merta dalam satu peiode mencapai tahapan dimana semua stake holder mampu ber-dwi bahasa. Adapun tingkatan yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan sekolah berbasis bilingualmenurut Luh Putu dan Putu Kerti (2014: 108).

1.Transitional Step (Early Exit Bilingual Education)

Dalam konsep trasitional step, porsi penggunaan bahasa ibu maupun bahasa kedua dikurangi sehingga siswa akan pelan-pelan mempelajari bahasa Asing yang dalam hal ini Bahasa Inggris. Dalam tahapan ini, guru, siswa dan seluruh stakeholder diperkenankan menggunakan 2-3 bahasa termasuk didalamnya bahasa ke dua dan bahasa asing. Porsi dalam pembagian penggunaan bahasa pun bergantung pada individu masing-masing.

2.Maintenance(Late Exit Bilingual Education)

Dalam tahap ini, pemeliharaan yang dilakukan adalah pemeliharaan bahasa minoritas dari bahasa ibu maupun bahasa target. Harapan dari step ini adalah siswa mulai bisa menyesuaikan diri dalam menggunakan bahasa target dengan prosentasi minimal 40%.

3.Enrichment (Two-Way Bilingual Education)

Pada tahap ini, siswa dan guru mempunyai peran aktif dalam mengaplikasikan bilingual class. Tahap ini difokuskan pada proses belajar mengajar menggunakan Bahasa target. Harapan dari tahap ini adalah siswa mampu memahami materiyang diberikan oleh para guru menggunakan bahasa target.

4.Heritage Bilingual Heritage

Pada tahap terakhir, Siswa dan guru diharapkan mampu menggunakan dwibahasa sebagai bahasa pembelajaran di kelas maupun bahasa keseharian selama di sekolah. Agar bahasa Ibu tidak punah, dalam tahap ini juga perlu ditekankan prosentase pembagian penggunaan bahasa.

Demikian ulasan mengenai integrasi Bahasa Inggris dalam sekolah formal. Semoga bapak ibu guru pemangku kebijakan dalam menerapkan sekolah berbasis bilingual mampu memperkuat pondasi dalam melaksanakan program ini dengan sebaik-baiknya di setiap sekolah.