Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025!
Para Guru dan Siswa MTs MA Assalafiyyah turut memberikan doa terbaik untuk para pahlawan _wabil khusus_ pahlawan Pendidikan dan memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2025 pada hari sabtu, 03 mei 2025. Mengingat di hari Jum’at bertepatan hari libur madrasah dan para santri beraktivitas di pesantren untuk melaksanakan kurikulum Pesantren.
Di komplek Madrasah Putri, para siswi memperingati Hardiknas bersama dengan Kepala MTs beserta waka kurikulum dan waka kesiswaan, dan di Madrasah Putra bersama dengan Kepala MA beserta waka kurikulum dan waka kesiswaan. Adapun untuk Pembina Upacara bersama dengan Bp. Ahmad Nadzif Haq, S.Sos. beliau sebagai Staff Waka Kesiswaan, dan Berikut Pesan Kutipan Amanahnya, (semoga kami sebagai siswa dan santri Assalafiyyah bisa mengambil hikmah amanah Hari Pendidikan Nasional 2025 untuk menggapai asa, aamiin)
Terdidik Sepenuhnya
Kemarin, Jumat 2 Mei 2025, dunia pendidikan merayakan lebarannya. Hari raya bagi siswa, guru dan sekolah, semestinya begitu. Mengapa 2 Mei? Di tanggal itu pada Tahun 1889 lahir seorang tokoh cerdas dan hebat yang selogannya kita hafal di luar kepala: “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Benar, Ialah Raden Mas Soewardi Soerjoningrat, atau akrab kita kenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Peran Ki Hadjar dalam melawan kolonialisme, membangun pendidikan nasional Lewat Sekolah Taman Siswa, dan sebagai Menteri Pendidikan Pertama membuat Beliau dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Lantas mengapa pendidikan penting sehingga digaung-gaungkan dan diperjuangkan sedemikian rupa? salah satu jawabannya, sebab pendidikan adalah satu-satunya cara untuk menjadikan manusia sebagai manusia. Manusia tidak menjadi manusia ketika berperilaku seperti hewan: tak tahu aturan, bodoh, menuruti hawa nafsu, tidak berpikir dalam bertindak, rakus,pemarah dan mementingkan diri sendiri. Manusia juga tidak menjadi manusia ketika memiliki sifat setan: sombong, tidak bertanggung jawab, tidak jujur, mengadu domba, merasa paling baik, dan menebarkan kebencian. Seharusnya, manusia tidak memiliki sifat-sifat tercela itu. Oleh karenanya, manusia dididik dan belajar terus menerus selama hidupnya agar terhindar dari sifat hewan dan setan menemukan karakter terbaiknya serta pengetahuan seluas-luasnya.
Untuk mencapai itu, ada manusia yang mengenyam pendidikan lewat sekolah, mulai dari SD, SMP, hingga perguruan tinggi dan bergelar rofesor. Dia ingin membentuk karakternya dari teladan guru, ajaran-ajaran moral, etika, atau filsafat yang diajarkan di kelas, buku atau pergaulannya. Dia juga ingin mempelajari dunia yang sangat luas ini lewat matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi, geografi, informatika, sosiologi, sejarah, ilmu politik, dan banyak lagi.
Ada pula manusia yang memilih mondok di pesantren. Dia ingin menjadi manusia beriman dan berakhlakul karimah lewat teladan sekaligus bimbingan Kyai, Ulama, atau asatidz. Dia ingin punya karakter baik melalui ilmu akhlaq dan tasawuf. Dia ingin menguatkan aqidahnya dengan ilmu tauhid atau kalam, memperbaiki ibadahnya dengan fikih, lalu belajar tafsir, hadis, tarikh, tajwid, nahwu, sorof, sampai menghafal Al-Quran.
Keduanya punya tujuan yang sama, yaitu menjadi manusia yang benar-benar manusia, yang berakhlak dan berpengetahuan. Maka, betapa beruntungnya kita semua yang diberi anugerah untuk menjadi keduanya. Menjadi manusia pilihan yang bisa belajar di pesantren dan sekolah sekaligus tanpa perlu berdebat mana yang lebih baik. Seperti yang dikatakan Aristoteles, seorang filsuf terkenal,
“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”.
Dengan kesempatan besar ini, kita adalah manusia yang belajar dan terdidik sepenuhnya. Kita dibentuk oleh orang-orang terbaik untuk menjadi generasi yang berpengetahuan umum, berbudi luhur, berakhlaqul karimah, beriman teguh dan faqihu fidiin. Tiada nikmat lain di dunia yang melebihi nikmat seorang ahli ilmu, karena dengan ilmu, kita mengusai semua hal. Perkataan Imam Syafi’i berikut menjadi dasarnya:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)
Dengan demikian, marilah kita bersyukur lewat ucapan kita “alhamdulillah”, hati kita yang penuh rasa syukur, dan perilaku kita dengan cara bersungguh-sungguh dalam belajar dan berkhidmat. Semoga Allah s.w.t. senantiasa menolong kita dalam usaha-usaha baik kita.
Nadhif Haq,
Yogyakarta, 2 Mei 2025.